Minggu, 03 Juni 2012

PROTEIN


protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dn pengatur. Protein adlaah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992).
Protein merupakan suatu polipeptida dengan BM yang sangat bervariasi dari 5000 samapi lebih dari satu juta karena molekul protein yang besar, protein sangat mudah mengalami perubahan fisis dan aktivitas biologisnya. Banyak agensia yang menyebabkan perubahan sifat alamiah dari protein seperti panas, asam, basa, solven organik, garam, logam berat, radiasi sinar radioaktif (Sudarmadji, 1996).
Struktur asam amino digambarkan sebagai berikut:
                                                           H

H2N                C              COOH

                                                           R
                                                                                                (Lehninger, 1995).
Apabila asam amino larut dalam air, gugus karboksilat akan melepaskan ion H+, sedangkan gugus amina akan menerima ion H+, seperti reaksi berikut:
Oleh adanya kedua gugus tersebut asam amino dalam larutan dapat membentuk ion yang bermuatan positif dan juga bermuatan negatif atau disebut juga ion amfoter (zwitterion). Keadaan ion ini sangat tergantung pada pH larutan. Apabila asam amino dalam air ditambah dengan basa, maka asam amino akan terdapat dalam bentuk (I) karena konsentrasi ion OH- yang tinggi mampu mengikat ion-ion H+ pada gugus –NH3+. Sebaliknya bila ditambahkan asam ke dalam larutan asam amino, maka konsentrasi ion H+ yang tinggi mampu berikatan dengan ion –COO- sehingga terbentuk gugus –COOH sehingga asam amino akan terdapat dalam bentuk (II) (Anna Poedjiadi, 1994).
Dalam suatu sistem elektroforesis yang memiliki elektroda positif dan negatif, asam amino akan bergerak menuju elektroda yang berlawanan dengan muatan asam amino yang terdapat dalam larutan. Apabila ion asam amino tidak bergerak ke arah negatif maupun positif  dalam suatu sistem elektroforesis maka pH pada saat itu disebut pH isolistrik. Pada pH tersebut terdapat keseimbangan antara bentuk-bentuk asam amino sebagai ion amfoter, anion dan kation (Anna Poedjiadi, 1994).
Gugus karboksil pada asam amino dapat dilepas dengan proses dekarboksilasi dan menghasilkan suatu amina. Gugus amino pada asam amino dapat bereaksi dengan asam nitrit dan melepaskan gas nitrogen yang dapat diukur volumenya. Van Slyke menggunakan reaksi ini untuk menentukan gugus amino bebas pada asam amino, peptida maupun protein. (Anna Poedjiadi, 1994).
Pada dasarnya suatu peptida adalah asil-asam amino, karena gugus –COOH dan –NH2 membentuk ikatan peptida. Peptida didapatkan dari hidrolisis protein yang tidak sempurna. Apabila peptida yang dihasilkan dihidrolisis lebih lanjut akan dihasilkan asam-asam amino. (Anna Poedjiadi, 1994).
Sifat peptida ditentukan oleh gugus –COOH, –NH2 dan gugus R. Sifat asam dan basa pada peptida ditentukan oleh gugus –COOH dan –NH2 , namun pada rantai panjang gugus –COOH dan –NH2  yang terletak diujung rantai tidak lagi berpengaruh. Suatu peptida juga mempunyai titik isolistrik seperti pada asam amino. Reaksi biuret merupakan reaksi warna untuk peptida dan protein. (Anna Poedjiadi, 1994).
Struktur protein dapat dibagi menjadi empat bentuk; primer, sekunder, tersier dan kuartener. Susunan linier asam amino dalam protein merupakan struktur primer. Susunan tersebut akan menentukan sifat dasar protein dan bentuk struktur sekunder serta tersier. Bila protein menandung banyak asam amino dengan gugus hidrofobik, daya kelarutannya kurang dalam air dibandingkan dengan protein yang banyak mengandung asam amino dengan gugus hidrofil. (Winarno, 1992).
Protein yang terdapat dalam bahan pangan mudah mengalami perubahan-perubahan, antara lain:
1.      Dapat terdenaturasi oleh perlakuan pemanasan.
2.      Dapat terkoagulasi atau mengendap oleh perlakuan pengasaman.
3.      Dapat mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim-enzim proteolitik.
4.      Dapat bereaksi dengan gula reduksi, sehingga menyebabkan terjadinya warna coklat.
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhdap struktur sekunder, tersier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein. (Winarno, 1992).


Denaturasi protein
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tertier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovelen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan aterbukanya lipatan atau wiru molekul protein (Winarno, 1992).
Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul bagian dalam yang ersifat hidrofobik akan keluar sedangkan bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembakikkan akan terjadi bila protein mendekati pH isoelektris lalu protein akan menggumpal dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul mengembang menjadi asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga akan meningkat (Winarno, 1992).
            Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui reaksi denaturasi tidak cukup kuat untuk memutuskan ikatan peptida, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi. Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar, yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein (Ophart, C.E., 2003).
(Ophart, C.E., 2003).

Denaturasi karena Panas:
            Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein telur mengalami denaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna protein tersebut (Ophart, C.E., 2003).
Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang sempit (Ophart, C.E., 2003).
Alkohol dapat merusak ikatan hidrogen:
            Ikatan hidrogen terjadi antara gugus amida dalam struktur sekunder protein. Ikatan hidrogen antar rantai samping terjadi dalam struktur tersier protein dengan kombinasi berbagai asam amino penyusunnya (Ophart, C.E., 2003).
(Ophart, C.E., 2003)
Denaturasi karena Asam dan basa:
Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai ph isoelektris yaitu ph dimana protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah protein mengalami denaturasi yang ditandai kekeruhan meningkat dan timbulnya gumpalan. (Anna, P., 1994).    Asam dan basa dapat mengacaukan jembatan garam dengan adanya muatan ionik. Sebuah tipe reaksi penggantian dobel terjadi sewaktu ion positif dan negatif di dalam garam berganti pasangan dengan ion positif dan negatif yang berasal dari asam atau basa yang ditambahkan. Reaksi ini terjadi di dalam sistem pencernaan, saat asam lambung mengkoagulasi susu yang dikonsumsi (Ophart, C.E., 2003).
(Ophart, C.E., 2003)
Denaturasi karena Garam logam berat:
            Garam logam berat mendenaturasi protein sama dengan halnya asam dan basa. Garam logam berat umumnya mengandung Hg+2, Pb+2, Ag+1 Tl+1, Cd+2 dan logam lainnya dengan berat atom yang besar. Reaksi yang terjadi antara garam logam berat akan mengakibatkan terbentuknya garam protein-logam yang tidak larut (Ophart, C.E., 2003).
Protein akan mengalami presipitasi bila bereaksi dengan ion logam. Pengendapan oleh ion positif (logam) diperlukan ph larutan diatas pi karena protein bermuatan negatif, pengendapan oleh ion negatif diperlukan ph larutan dibawah pi karena protein bermuatan positif. Ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein adalah; Ag+, Ca++, Zn++, Hg++, Fe++, Cu++ dan Pb++, sedangkan ion-ion negatif yang dapat mengendapkan protein adalah; ion salisilat, triklorasetat, piktrat, tanat dan sulfosalisilat. (Anna, P., 1994).
Garam logam berat merusak ikatan disulfida:
            Logam berat juga merusak ikatan disulfida karena affinitasnya yang tinggi dan kemampuannya untuk menarik sulfur sehingga mengakibatkan denaturasi protein (Ophart, C.E., 2003).
Agen pereduksi merusak ikatan disulfida:
            Ikatan disulfida terbentuk dengan adanya oksidasi gugus sulfhidril pada sistein. Antara rantai protein yang berbeda yang sama-sama memiliki gugus sulfhidril akan membentuk ikatan disulfida kovalen yang sangat kuat. Agen pereduksi dapat memutuskan ikatan disulfida, dimana penambahan atom hidrogen sehingga membentuk gugus tiol; -SH (Ophart, C.E., 2003).
(Ophart, C.E., 2003)
Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul protein  bagian dalam yang bersifat hidrofobik akan keluar, sedangkan bagian yang hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembalikkan terjadi bila larutan protein mendekati pH isoelektris, lalu protein akan menggumpal dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul mengembang dan menjadi asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga akan meningkat. Denaturasi protein dapat disebabkan oleh panas, pH, bahan kimia, mekanik dan lain-lain. (Winarno, 1992).
Protein akan mengalami presipitasi bila bereaksi dengan ion logam. Pengendapan oleh ion positif (logam) diperlukan ph larutan diatas pi karena protein bermuatan negatif, pengendapan oleh ion negatif diperlukan ph larutan dibawah pi karena protein bermuatan positif. Ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein adalah; Ag+, Ca++, Zn++, Hg++, Fe++, Cu++ dan Pb++, sedangkan ion-ion negatif yang dapat mengendapkan protein adalah; ion salisilat, triklorasetat, piktrat, tanat dan sulfosalisilat. (Anna, P., 1994).
Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai ph isoelektris yaitu pH dimana protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah protein mengalami denaturasi yang ditandai kekeruhan meningkat dan timbulnya gumpalan. (Anna, P., 1994).
Pada umumnya kadar protein di dalam bahan pangan menentukan mutu bahan pangan itu sendiri (S.A. & Suwedo H. ,1987). Nilai gizi dari suatu bahan pangan ditentukan bukan saja oleh kadar nutrien yang dikandungnya, tetapi juga oleh dapat tidaknya nutrien tersebut digunakan oleh tubuh (Muchtadi, 1989). Salah satu parameter nilai gizi protein adalah daya cernanya yang didefinisikan sebagai efektivitas absorbsi protein oleh tubuh (Del Valle, 1981). Berdasarkan kandungan asam-asan amino esensialnya, bahan pangan dapat dinilai apakah bergizi tinggi atau tidak. Bahan pangan bernilai gizi tinggi apabila mengandung asam amino esensial yang lengkap serta susunannya sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Protein yang mudah dicerna menunjukkan tingginya jumlah asam-asam amino yang dapat diserap oleh tubuh dan begitu juga sebaliknya. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi daya cerna protein dalam tubuh adalah kondisi fisik dan kimia bahan. Makin keras bahan, maka akan menurunkan daya cernanya dalam tubuh karena adanya ikatan kompleks yang terdapat di dalam bahan yang sifatnya semakin kuat. Ikatan ini dapat berupa ikatan antar molekul protein, ikatan protein- fitat, dan sebaginya. Sedangkan kondisi kimia yaitu adanya senyawa anti gizi seperti tripsin inhibitor dan fitat (Muchtadi, 1989).
Untuk menentukan kualitas protein dalam bahan makanan dapat dilakukan secara in vitro, yaitu metode penentuan kulaitas protein secara khemis berdasarkan pada pemecahan protein oleh enzim proteolitik seperti pepsin, tripsin, khimotripsin, dan aminopeptidase (Narasinga, 1978). Analisis ini memberikan gambaran berlangsungnya proses pencernaan protein di lambung dan usus.
Enzim yang biasa digunakan dalam percobaan adalah enzim pepsin yang merupakan golongan dari enzim endopeptidase,  yang dapat menghidrolisis ikatan-ikatan peptida pada bagian tengah sepanjang rantai polipeptida dan  bekerja optimum pada pH 2 dan stabil pada pH 2-5. Enzim ini dihasilkan dalam bentuk pepsinogen yang yang belum aktif di dalam getah lambung. Pepsin berada dalam keadaan inaktif sempurna pada keadaan netral dan alkalis. Enzim ini bekerja dengan memecah protein menjadi proteosa dan pepton (Del valle, 1981).
Analisis protein secara in vitro terbagi atas dua metode. Metode pertama adalah pepsin digest residue index (PDR) menggunakan enzim pepsin sebagai penghidrolisis sampel protein. Sedangkan metode kedua adalah pepsin pancreatin digest index yang menggunakan dua macam enzim yaitu pepsin dan pancreatin. Pada kedua metode tersebut dibandingkan jumlah nitrogen pada sampel dan pada residu sampel setelah dilakukan hidrolisis oleh enzim.
Peneraan jumlah protein dilakukan dengan menentukan jumlah nitrogen yang dikandung oleh suatu bahan. N total bahan diukur dengan menggunakan metode mikro-Kjeldahl. Prinsip dari metode ini adalah oksidasi senyawa organik oleh asam sulfat untuk membentuk CO2 dan H2O serta pelepasan nitrogen dalam bentuk ammonia yaitu penentuan protein berdasarkan jumlah N. Dalam penentuan protein seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang ditentukan. Akan tetapi teknik ini sulit sekali dilakukan mengingat kandungan senyawaan N lain selain protein dalam bahan juga terikut dalam analisis ini. Jumlah senyawaan N ini biasanya sangat kecil yang meliputi urea, asam nukleat, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin, dan pirimidin. Oleh karena itu penentuan jumlah N total ini tetap dilakukan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Kadar protein yang ditentukan dengan cara ini  biasa disebut sebagai protein kadar/crude protein (Sudarmadji, 1996). Analisa protein cara kjeldahl pada dasarnya dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, destilasi dan titrasi.  
            Penentuan kandungan air dalam bahan makanan dapat dilakukan dengan berbagai cara, dimana hal ini tergantung dari sifat bahannya. Dalam percobaan, analisa kadar air ditentukan dengan metode pengeringan (Thermogravimetri). Prinsipnya adalah menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan, kemudian menimbang bahan tersebut sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan. Cara ini relatif mudah dan murah, akan tetapi memiliki berbagai kelemahan. Diantaranya ialah:
v  Bahan lain selain air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap. Misalnya alcohol, asam asetat, minyak aksim, dll.
v  Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain. Contoh: gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi, dsb.
v  Bahan yang mengandung bahan yang mengikat air secara kuat sekali melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan.
                                                                           (Sudarmadji, 1996).

B. Tinjauan Bahan
1.      Telur Itik
Bobot dan ukuran telur itik rata-rata lebih besar dibandingkan dengan telur ayam. warna kulit telurnya agak biru muda. karena bau amisnya yang tajam, penggunaan telur itik dalam berbagai makanan tidak seluas telur ayam. Selain baunya yang lebih amis, telur itik juga mempunyai pori-pori yang lebih besar, sehingga sangat baik untuk diolah menjadi telur asin (Anonim, 20054).

2.      Telur Asin
Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Telur terdiri dari protein 13 %, lemak 12 %, serta vitamin, dan mineral. Nilai tertinggi telur terdapat pada bagian kuningnya. Kuning telur mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan serta mineral seperti : besi, fosfor, sedikit kalsium, dan vitamin B kompleks. Adapun putih telur yang jumlahnya sekitar 60 % dari seluruh bulatan telur mengandung 5 jenis protein dan sedikit karbohidrat (Anonim, 20061).
Telur asin adalah telur utuh yang diawetkan dengan adonan yang dibubuhi garam. Ada 3 cara pembuatan telur asin yaitu (Anonim, 20062):
a.       Telur asin dengan adonan garam berbentuk padat atau kering;
b.      Telur asin dengan adonan garam ditambah ekstrak daun teh;
c.       Telur asin dengan adonan garam, dan kemudian direndam dalam ekstrak atau cairan teh.
Adapun diagram alir pembuatan telur asin adalah:

Telur bebek
 

(Anonim, 20062)
Dibanding telur segar mutu protein telur asin sudah agak menurun. Garam telah menggumpalkan proteinnya, sehingga penyerapannya di dalam tubuh tidak semudah penyerapan protein telur segar. Perbedaan ini dapat diamati dari konsistensi bagian kuning pada telur asin lebih keras daripada bagian kuning telur segar. Penurunan nutrisi yang terjadi selama penggaraman hanyalah pada kandungan betakarotennya yang cukup nyata. Dari 1.230 IU betakaroten pada telur segar, hanya tinggal 841 IU saja setelah diasinkan. Sebaliknya, telur seribu tahun (telur hitam) banyak sekali mengalami kerusakan komposisi protein dan betakaroten. Satu-satunya nutrisi yang potensial hanyalah kalsium, karena kandungannya meningkat tajam dibanding telur segar. Nutrisi lain yang meningkat akibat pengasinan telur adalah kalsium. Hal ini tentu menguntungkan, karena kalsium sangat diperlukan dalam pembentukan tulang yang kuat. Penambahan kalsum ini berasal dari penyerapan mineral dari media pembalut telur selama penggaraman, terutama dari bata merah atau abu sekam. Kandungan kalsium meningkat 2,5 kali setelah pengasinan (Anonim, 20054).
Komposisi kimia telur segar dan telur asin:
Komposisi
Telur ayam
Telur bebek segar
Telur bebek asin
Kalori (kal)
162
189
195
Protein (gr)
12,8
13,1
13,6
Lemak (gr)
11,5
14,3
13,6
Hidrat arang (gr)
0,7
0,8
1,4
Kalsium (mg)
54
56
120
Fosfor (mg)
180
175
157
Besi (mg)
2,7
2,8
1,8
Vit. A (SI)
900
1230
841
Vit. B-1 (mg)
0,10
0,18
0,28
Vit.C (mg)
0
0
0
Air (gr)
74
70,8
66,5
b.d.d (%)
90
90
83
(Anonim, 20062)

3.      Enzim pepsin.
Pepsin adalah enzim yang terdapat dalam perut yang akan mulai mencerna protein dengan memecah protein menjadi bagian–bagian yang lebih kecil. Enzim ini termasuk protease; pepsin disekresi dalam bentuk inaktif, pepsinogen, yang akan diaktifkan oeh asam lambung. Enzim ini diproduksi oleh bagian mukosa dalam perut yang berfungsi untuk mendegradasi protein (Anonim, 20063).
Enzim ini memiliki pH optimum 2-4 dan akan inaktif pada pH diatas 6. Pepsin adalah salah satu dari 3 enzim yang berfungsi untuk mendegradasi protein yang lain adalah kemotripsin dan tripsin. Pepsin disintesa dalam bentuk inaktif oleh lambung; asam hidroklori; juga diproduksi oleh gastric mucosa dan kemudian akan diaktifkan pada pH optimum yaitu  1-3 (Anonim, 20063).


4.      Buffer Walphole 0.2 N
Dalam analisa kecernaan protein, larutan buffer Walphone 0,2 N pH 2 digunakan untuk mendapatkan kondisi optimum bagi aktivitas enzim pepsin sehingga enzim akan bekerja dengan baik mengkatalisis hidrolisis protein pada sampel.

5.      TCA 20%
Fungsi TCA adalah untuk menghentikan jalannya reaksi hidrolisis dengan cara mendenaturasi enzim karena sifat TCA adalah asam. Reagen ini menghentikan reaksi enzimatis karena sifatnya yang asam sehingga enzim menjadi inaktif dan kehilanagan fungsi katalitiknya.
METABOLISME MINERAL

I.                   PENDAHULUAN
 
A.    Latar Belakang

Mineral penting bagi kesehatan kita. Tubuh menggunakan lebih dari 70 mineral untuk berfungsi secara maksimal.. Oleh karena itu, mineral begitu penting untuk melengkapi kembali tubuh kita dengan unsur-unsur mineral yang digunakannya setiap hari. Proses kimia dan elektrik berjalan di dalam tubuh kita setiap saat. Proses dapat berfungsi dengan benar apabila keseimbangan mineral yang sesuai diberikan pada system kita secara berkelanjutan termasuk zat besi untuk darah kita, belerang untuk otot kita, kalsium untuk tulang kita serta gabungan unsur lain yang seimbang untuk memberikan kelancaran fungsional tubuh kita.

Pengertian dari mineral itu sendiri adalah sekelompok senyawa anorganik yang dibutuhkan tubuh untuk kelancaran proses metabolisme yang dalam keadaan normalnya memiliki unsur kristal dan terbentuk dari hasil proses geologi (Anonim, 2011). Mineral ini pun dibagi menjadi dua, yaitu mineral utama yang terdiri dari kalsium, fosfor, magnesium, natrium, kalium, klorida dan sulfur. Sementara jenis kedua biasa disebut dengan trace mineral, diantaranya adalah zat besi, seng, mangnesium, kobalt, tembaga, yodium, kromium, selenium, nikel dan silicon (Noubie, 2006)

Dalam komposisi air keringat, tiga mineral utama yaitu natrium, kalium & klorida merupakan mineral dengan konsentrasi terbesar yang terdapat di dalamnya. Sehingga dengan semakin besar laju pengeluaran keringat, maka laju kehilangan natrium , kalium dan klorida dari dalam tubuh juga akan semakin besar. Diantara ketiganya, natrium dan klorida merupakan mineral dengan konsentrasi tertinggi yang terbawa keluar tubuh melalui kelenjar keringat (Irawan, 2007).

B.     Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami metabolisme mineral yang masih berkaitan dengan pengetahuan dasar ilmu gizi.

 
II.                TIJAUAN PUSTAKA

A.    Mineral

Ilmu gizi yaitu ilmu yang mempelajari cara memberikan makanan yang sebaik-baiknya agar tubuh selalu dalam kesehatan yang optimal. Ilmu gizi juga dapat diartikan sebagai suatu kajian tentang komposisi makanan dan penggunaannya oleh tubuh. Lima kelompok nutrien yaitu, lemak, protein, karbohidrat, vitamin dan mineral(Anonim, 2011).

Mineral adalah suatu zat ( fasa ) padat yang terdiri dari unsur atau persenyawaan kimia yang dibentuk secara alamiah oleh proses-proses anorganik, mempunyai sifat sifat kimia dan fisika tertentu dan mempunyai penempatan atom-atom secara beraturan di dalamnya, atau dikenal sebagai struktur kristal. Selain itu kata mineral juga mempunyai banyak arti, hal ini tergantung darimana kita meninjaunya. Mineral dalam arti farmasi lain dengan pengertian di bidang geologi. Istilah mineral dalam arti geologi adalah zat atau benda yang terbentuk oleh proses alam, biasanya bersifat padat serta tersusun dari komposisi kimia tertentu dan mempunyai sifat-sifat fisik yang tertentu pula. Mineral terbentuk dari atom-atom serta molekul-molekul dari berbagai unsur kimia, dimana atom-atom tersebut tersusun dalam suatu pola yang teratur. Keteraturan dari rangkaian atom ini akan menjadikan mineral mempunyai sifat yang teratur. Mineral pada umumnya merupakan zat anorganik(Diana, 2007).

Unsur-unsur seperti klorin (Cl), natrium (Na),kalium (K), kalsium (Ca), Fosfor (P), magnesium (Mg), adalah mineral yang terdapat dalam tubuh dalam jumlah besar, besi (Fe), Iodin (I), seng (Zn) adalah mineral yang terdapat dalam tubuh dengan jumlah sedikit. Kekurangan salah satu unsur ini dapat berdampak buruk bagi kesehatan kita. Sebagai contoh, orang yang kekurangan mineral iodin (I) dapat menyebabkan penyakit gondok, begitu pula orang yang kekurangan mineral kalsium (Ca) dapat menyebabkan ostemalasia (tulang menjadi lunak) dan osteoporosis (penurunan masa tulang) yang dapat kita rasakan terutama pada usia lanjut. Oleh karena itu, kita perlu memenuhi asupan mineral yang dibutuhkan oleh tubun. Adapun sumber asupan mineral antara lain, yaitu susu, garam, sayuran dan buah-buahan (Siswono, 2001).


B.     Metabolisme

Metabolisme merupakan modifikasi senyawa kimia secara biokimia di dalam organisme dan sel. Metabolisme mencakup sintesis (anabolisme) dan penguraian (katabolisme) molekul organik kompleks. Metabolisme biasanya terdiri atas tahapan-tahapan yang melibatkan enzim, yang dikenal pula sebagai jalur metabolisme. Metabolism total merupakan semua proses biokimia di dalam organisme. Metabolisme sel mencakup semua proses kimia di dalam sel. Tanpa metabolisme, makhluk hidup tidak dapat bertahan hidup. Produk metabolisme disebut metabolit. Cabang biologi yang mempelajari komposisi metabolit secara keseluruhan pada suatu tahap perkembangan atau pada suatu bagian tubuh dinamakan metabolomika(Ubaidah, 2009).


C.    Gangguan Metabolisme Mineral

Terjadinya gangguan metabolisme mineral ditandai dengan terlalu banyak atau terlalu sedikitnya mineral dalam darah. Istilah metabolisme merujuk kepada semua proses fisik dan kimia dalam tubuh yang menghasilkan serta menggunakan energi, misal : bernapas, pencernaan makanan, pembuangan urine dan feses dan pengaturan suhu.

Gangguan metabolisme mineral diturunkan orang tua kepada anak-anak mereka melalui gen. Kondisi medis lainnya, seperti kelaparan, diare, atau minuman keras, dapat menyebabkan masalah metabolisme mineral.

Di bawah ini adalah macam-macam gangguan metabolisme mineral yang sering terjadi:


Gangguan metabolisme fosfor:
1.      Hypophosphatemia
2.      Osteomalacia
3.      Inggeris
4.      Rhabdomyolysis
5.      Hyperparathyroidism
6.      Hypoparathyroidism

Gangguan metabolisme potasium :
1.      Bartter Sindrom
2.      Hypokalemia
3.      Hyperaldosteronism - primer dan sekunder
4.      Penyakit Cushing
5.      Acidosis
6.      Fanconi’s syndrome
7.      Penyakit Addison
8.      Penyakit ginjal

Gangguan metabolisme zat besi:
1.      Hemochromatosis
2.      Sirosis

Gangguan metabolisme tembaga:
a.       Penyakit Wilson’s
b.      Sindrom Menkes

Gangguan metabolisme kalsium:
o Nephrocalcinosis
o Pseudohypoparathyroidism
o Hypercalcemia
o Osteoporosis
o Batu ginjal
o Susu-alkali Sindrom
o Osteomalacia

Gangguan metabolisme sodium dari:
o Dilutional hyponatremia (SIADH)

Gangguan dari magnesium metabolisme:
o Hypomagnesemia
o Hypermagnesemia

Gangguan metabolisme dari Adenium
o kekurangan Adenium
o Adenium kelebihan
(Anonim, 2010).

III.             ISI

Ø  Metabolisme Mineral


Mineral diperlukan bagi fungsi fisiologik dan biokimia. Berdasarkan kebutuhannya di dalam tubuh, mineral dapat digolongkan menjadi 2 kelompok utama yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang menyusun hampir 1% dari total berat badan manusia dan dibutuhkan dengan jumlah lebih dari 1000 mg/hari, sedangkan mineral mikro (Trace ) merupakan mineral yang dibutuhkan dengan jumlah kurang dari 100 mg/hari dan menyusun lebih kurang dari 0.01% dari total berat badan. Mineral yang termasuk di dalam kategori mineral makro utama adalah kalsium (Ca), fosfor (P), magnesium (Mg), sulfur (S), kalium (K), klorida (Cl), dan natrium (Na). Sedangkan mineral mikro terdiri dari kromium (Cr), tembaga (Cu), fluoride (F), yodium (I) , besi (Fe), mangan (Mn), silisium (Si) and seng (Zn)( Rusdiana, 2005).

Dalam komposisi air keringat, tiga mineral utama yaitu natrium, kalium & klorida merupakan mineral dengan konsentrasi terbesar yang terdapat di dalamnya. Sehingga dengan semakin besar laju pengeluaran keringat, maka laju kehilangan natrium , kalium dan klorida dari dalam tubuh juga akan semakin besar. Diantara ketiganya, natrium dan klorida merupakan mineral dengan konsentrasi tertinggi yang terbawa keluar tubuh melalui kelenjar keringat (sweat glands). Oleh karena itu maka pembahasan mengenai mineral dalam penulisan ini hanya akan berfokus pada 3 mineral utama yaitu natrium, kalium dan klorida (Irawan, 2007).


IV.             PENUTUP


Dari uraian yang telah disampaikan dapat disimpulkan sebagai berikut :
  1. Mineral diperlukan bagi fungsi fisiologik dan biokimia.
  2. Makromineral: diperlukan dalam jumlah yang lebih besar dari 100 mg/ hari.
  3. Mikromineral ( trace element ) diperlukan dalam jumlah yang kecil dari
pada 100 mg/hari.


DAFTAR PUSTAKA



Anonim. 2011. Mineral. http://wikipedia.org.com/wiki/mineral.


Irawan, Anwari. 2007. Cairan Tubuh, Elektrolit, dan Mineral. http://www.pssplab.com









Edible


KEMASAN EDIBLE

I.                    Pengertian
Kemasan edibel adalah kemasan yang dapat ikut dikonsumsi, bersifat mewadahi dan memberi bentuk yang bersifat melindungi bahan pangan dari kehilangan substansi yang mudah menguap (volatil), reaksi antarsubstansi, penyerapan uap air dari udara dan reaksi ketengikan oksidatif. Kemasan edibel adalah suatu jenis bahan pengemas yang dapat dikonsumsi dan digunakan untuk membungkus bahan pangan sehingga bahan pangan secara umum terhindar dari penurunan atau penyimpangan mutu akibat pengaruh lingkungan, dalam jangka waktu tertentu. Ditinjau dari fungsi pengemasan, kemasan edibel lebih berfungsi sebagai pelindung bahan pangan dari penyimpangan mutu, kemasan edibel tidak mengenal migrasi komponen berbahaya dan dapat memperbaiki kekurangan pengemasan sintesis.
Ciri kemasan edibel yang ideal adalah mampu memberi perlindungan terhadap produk pangan, dapat meningkatkan mutu dan nilai tambah produk pangan, bersifat ramah lingkungan, kuat tidak berbahaya bagi kesehatan konsumen, ramah lingkungan serta mampu mempercepat penyajian makanan.

II.                  Bahan- Bahan Pembuat
Komponen utama penyusun edible film dikelompokan menjadi tiga, yaitu hidrokoloid, lipida, dan komposit. Hidrokoloid yang dapat digunakan untuk membuat edible film adalah protein (gelatin, kasein, protein kedelai, protein jagung dan gluten gandum) dan karbohidrat (pati, alginat, pektin, gum arab, dan modifikasi karbohidrat lainnya), sedangkan lipid yang digunakan adalah lilin/wax, gliserol dan asam lemak. Dan komposit adalah bahan yang didasarkan pada campuran hidrokoloid dan lipida. Bahan tambahan lain yaitu plastisizer adalah bahan organic dengan berat molekul rendah yang ditambahkan dengan maksud untuk memperlemah kekuatan dari polimer sekaligus meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas polimer.

III.                Proses Pembuatan
Pembuatan edible film meliputi beberapa tahap, diantaranya pembentukan suspensi pati, pencampuran larutan pembentuk film yaitu suspensi pati, CMC dan gliserol, pemanasan campuran pembentuk film, penghilangan gas terlarut, pencetakan dan perataan film dan pengeringan edible film.
Proses pembuatan edible film dimulai dari pelarutan bahan dasar berupa hidrokoloid, lipida, atau komposit, kemudian dilakukan penambahan plastisiser. Campuran dipanaskan dengan suhu 55-700C selama 15 menit.film dicetak dengan menuangkankan adonan pada permukaan lembar polietilen yang licin menggunakan autocasting machine. Didiamkan beberapa jam pada suhu 350C dengan RH 50%. Kemudian dikeringkan selama 12-18 jam pada suhu 300C RH 50%dan disimpan dalam ruang selama 24 jam menggunakan suhu dan RH ambient. Cara pelapisan untuk edible coating adalah pencelupan, penyemprotan, atau penuangan.
Pembuatan larutan edible film dari selulosa adalah sebagai berikut: metilselulosa dilarutkan di dalam campuran air dan etanol (1:2). Etanol ditambahkan terlebih dahulu, dan diaduk dengan magnetik stirrer skala tiga selama sepuluh menit, kemudian diikuti dengan penambahan air dan tetap diaduk selama sepuluh menit. Metilselulosa yang sudah cukup larut dipanaskan di dalam penangas air pada suhu 85 derajat Celcius, selama 15 menit. Konsentrasi metilselulosa yang ditambahkan adalah 1,00% dan 1,25%. Kemudian larutan diaduk lebih cepat yaitu pada skala empat. Gliserol kemudian ditambahkan pada suhu 55-60 derajat Celcius. Lilin lebah ditambahkan setelah suhu mencapai 67-70 derajat Celcius. Pengadukan tetap dilakukan sampai lilin lebah larut sempurna. Konsentrasi lilin lebah yang dapat digunakan adalah 0,1%; 0,3%; dan 0,5%. Pemanasan dan pengadukan terus berlanjut hingga suhu mencapai 67-72 derajat Celcius, selama lebih kurang 30 menit. Larutan pembentuk film tersebut banyak mengandung gelembung-gelembung udara terlarut. Gelembung-gelembung udara akan tampak pada film yang telah kering seperti lubang-lubang yang mengganggu penampakan film dan hasil analisa. Oleh karena itu, gelembung-gelembung gas perlu dihilangkan dengan pompa vakum selama 3 menit. Proses ini berlangsung sampai gelembung udara tidak terbentuk lagi. Larutan yang dihasilkan didinginkan.

IV.                Sifat Fisik Dan Mekanis
Sifat fisik yang digunakan sebagai parameter mutu edible film adalah ketebalan film, warna, suhu transisi gelasdan aw.
Karakteristik mekanik edible film adalah kuat tarik (tensile strength), kuat tusuk (puncture strength), persen pemanjangan (elongation to break), dan elastisitas (elastic modulus).

V.                  Kelebihan Dan Kekurangan
Kelebihan edible film yang dibuat dari hidrokoloid diantaranya memiliki kemampuan yang baik untuk melindungi produk terhadap oksigen, karbondioksida dan lipid serta memiliki sifat mekanis yang diinginkan dan meningkatkan kesatuan struktural produk. Kelemahannya, film dari karbohidrat kurang bagus digunakan untuk mengatur migrasi uap air sementara film dari protein sangat dipengaruhi oleh perubahan pH.
Kelebihan edible film dari lipid adalah memiliki kemampuan yang baik untuk melindungi produk dari penguapan air atau sebagai bahan pelapis untuk mengoles produk konfeksioneri. Kekurangannya adalah penggunaannya dalam bentuk murni terbatas karena integritas dan ketahanannya tidak terlalu baik.
Edible film dari komposit (gabungan hidrokolid dan lipid) dapat meningkatkan kelebihan dari film hidrokoloid dan lipid, serta mengurangi kelemahannya.
Kelebihan kemasan edibel selain dapat melindungi pangan, kemasan ini aman dikonsumsi bersamaan dengan pangan yang dibungkus.

VI.                Aplikasi Pada Produk Pertanian
Edible film diaplikasikan pada makanan dengan cara pembungkusan, pencelupan, penyikatan atau penyemprotan. 
Contoh pangan yang menggunakan kemasan edible diantaranya, produk pangan seperti sosis,pizza, confectionary disamping itu juga digunakan sebagai pelindung produk buah-buahan seperti buah apel, buah peer dsb.

VII.              Pustaka

Sumber : Farmamin dan Perbekalan Kesehatan dan( Dikutip :Dra.Efriza/Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan)
Diposkan oleh Berani Tampil Beda
di 06:49 sumber; http://agus89smart.blogspot.com/2009/07/peper.html