Kamis, 19 Mei 2011


Dalam sebuah perjalanan hidup pasti akan kita temui batu-batu dengan ukuran yang bermacam-macam, batu-batu itu diibaratkan masalah-masalah yang akan selalu kita hadapi. bagaimana kita harus lewati jalan yang penuh bebatuan itu??? haruskah kita mundur?? berdiam diri?? atau berbelok??

jawabannya adalah KITA HARUS TETAP 'MAJU'

mengahadapi segala masalah yang datang. Karena dengan itu semua kita dituntut untuk dapat berfikir secara rasional dan juga teliti,, membuat kita berpikir kritis tuk memecahkan segala masalah yang ada. 
Dengan begitu secara tidak langsung kita sedang belajar mendewasakan diri dalam menghadapi semua tantangan yang datang. jadikan masalah itu sebagai sebuah tantangan bukan sebagai rintangan... 
mari mulai memotivasi diri untuk menjadi orang yang lebih baik dan lebih berguna untuk diri sendiri, keluarga, dunia, dan untuk Sang Pencipta.


GANBATTE!!!^_^

Selasa, 10 Mei 2011

^QITA^


SEBUAH PERJALANAN SINGKAT TAPI BEGITU BERKESAN DIHATI PARA ANGGOTANYA. HHE........


awal pertemanan adalah kepercayaan yang sangat berarti...
jagalah kepercayaan itu seperti menjaga kehormatan diri kita
anggaplah teman seperti soDarA...
diSaat sEnanG Q-ta bErBAgi... D sAat suSah Q-ta memBeri...
DiMasa NaNti., tetaplah MenjaDI TEmaN yAng SAngT bErArti...!!!
^_^

IDE PELUANG USAHA “KERIPIK KEMBANG GOYANG MENGKUDU"


I.                   PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang

Mengkudu atau pace (Morinda citrifolia) merupakan salah satu tanaman obat. Tanaman mengkudu adalah jenis tumbuhan yang berkhasiat bagi kesehatan manusia. Salah satunya pemanfaatan pada buahnya. Manfaat buah mengkudu antara lain untuk membantu penyembuhan kanker, mengobati tekanan darah tinggi, menurunkan gula darah hingga menambah kekebalan tubuh. Namun buah mengkudu biasanya hanya dijadikan obat tradisional dan dibuat dalam bentuk obat, belum dijadikan makanan yang siap dikonsumsi.

Melihat peluang usaha yang ada, usaha untuk lebih meningkatkan nilai ekonomis buah mengkudu menarik untuk ditekuni. Usaha ini dilakukan dengan beragai mengolah buah mengkudu menjadi keripik yang pada akhirnya bisa langsung dikonsumsi. Dalam pengolahannya, keripik buah mengkudu dapat dibuat dalam skala industri rumah tangga. Dan keripik mengkudu ini dapat dikonsumsi oleh berbagai kalangan usia tidak terbatas hanya bagi penderita penyakit saja.


1.2              Tujuan

Tujuan dari pembuatan keripik mengkudu ini adalah:
1.      Untuk diversivikasi pengolahan buah mengkudu
2.      Meningkatkan nilai ekonomis buah mengkudu


II.                ISI

Buah mengkudu yang terkenal memiliki bau yang tidak sedap dapat dimanfaatkan sebagai makanan yang dapat siap dikonsumsi dengan cara dibuat keripik kembang goyang.

Saya memilih buah mengkudu sebagai ide peluang usaha saya karena belum banyak orang yang memanfaatkannya sebagai makanana olahan keripik. Buah mengkudu tidak sulit didapat dan merupakan buah tahunan sehingga untuk mendapatkan buah mengkudu tidak memiliki kendala tertentu.

Bahan-bahan yang digunakan sebagai bumbu juga mudah didapatkan. Bahan-bahan yang digunakan antara lain: Buah mengkudu yang dipilih adalah buah yang segar dan sehat, tepung beras, tepung terigu, tepung tapioca, telur, santan, bawang putih, pasta pandan, garam,minyak goreng, bumbu aneka rasa (barbeque, cheese, corn). Alat yang digunakan :Penggorengan, kompor gas, tabung gas, pengaduk telur, serok, pisau, ember, toples, saringan, blender, sotel, cetakan kembang goyang.

Cara membuatnya juga tidak sulit, yaitu:
a. Mencuci bersih buah mengkudu dengan air yang mengalir
b.Memisahkan (memarut) daging buah mengkudu dari bijinya
c. Mengambil sari daging buah mengkudu
d.Menghaluskan ampas parutan daging buah hingga lebih halus
e.Kocok telur hingga berwarna putih
f. Haluskan bawang putih
gCampurkan bahan adonan (tepung beras, terigu, tapioca) dengan          perbandingan 2:1:1
h. Masukkan sari buah mengkudu, kocokan telur, garam, dan bawang putih yang dihaluskan kedalam ember dan aduk hingga rata.
i. Terakhir masukkan santan.
j. Panaskan minyak goreng dan cetakan kembang goyang
k.Masukkan cetakan kembang goyang kedalam adonan (separo permuakaan cetakan)
l. Goreng cetakan kembang goyang yang telah dilumuri adonan dengan cara menggoyang-goyangnya didalam minyak panas hingga adonan lepas sendiri.
m. Goreng hingga kecoklatan, angkat dan tiriskan
n Setelah keripik kering dari minyak dan sudah dingin, segera lumuri dengan  bumbu aneka rasa.


Dalam proses pembuatannya saya dibantu oleh ibu-ibu yang berada disekitar rumah saya. Keripik dikemas dengan menggunakan plastik transparan sehingga konsumen dapat melihat bentuk dari keripik kembang goyang dari mengkudu. Keripik ini dipasarkan dengan harga terjangkau. Untuk pemasarannya saya membuka sebuah toko di dekat rumah saya sehingga konsumen juga dapat melihat proses pembuatannya secara langsung dan saya titipkan di swlayan dan apotik-apotik.



III.             KESIMPULAN

Keripik kembang goyang dari mengkudu ini merupakan diversivikasi pengolahan buah mengkudu yang dapat meningkathan nilai jual dari buah mengkudu agar dapat dengan mudah dikonsumsi dan memiliki manfaat yang baik untuk kesehatan.

SERTIFIKASI ISO 9000

SERTIFIKASI ISO 9000



ISO 9000 adalah kumpulan standar untuk sistem manajemen mutu (SMM). ISO 9000 yang dirumuskan oleh TC 176 ISO, yaitu organisasi internasional di bidang standarisasi.


Sejarah Perkembangan ISO 9000

Sejak tahun 1946 federasi ISO memiliki visi untuk membuat satu standar Pemastian Mutu (Quality Assurance) yang dikemudian hari juga dikenal dengan istilah Sistem Manajemen Mutu (Quality Manajemen System).

Beberapa tahun kemudian dibentuk Komite Teknis ISO/TC 176 yang bertugas membuat satu draft standar Pemastian Mutu (Quality Assurance) dan Manajemen Mutu (Quality Management. Pada tahun 1987 komite ini berhasil merampungkan tugasnya dan menerbitkan ISO 9000 Series yang kemudian dikenal sebagai ISO 9000 versi 1987.

Kecenderungan kompetisi global dan kebutuhan akan keberterimaan secara universal, mendorong organisasi ini terus berupaya menyempurnakan ISO 9000 Series.

ISO 9000 revisi tahun 1994

Sekedar pengetahuan bagi anda, menurut ISO 9000:1994, terdapat 3 model quality assurance, yaitu ISO 9001, 9002 dan 9003.
ISO 9001 memberikan sejumlah persyaratan bagi organisasi yang proses bisnisnya berawal dari design & development, produksi, instalasi dan pelayanan
ISO 9002 memberikan persyaratan bagi organisasi yang tidak melakukan proses design & development – langsung kepada proses produksi dan seterusnya
ISO 9003 memberikan persyaratan bagi organisasi yang tidak melakukan kontrol design, proses, pembelian ataupun pelayanan, dan hanya melakukan inspeksi dan pengujian untuk memastikan produk akhir / jasa memenuhi syarat.

Penomoran di atas tidak berarti terdapat perbedaan peringkat mutu. Semuanya tergantung dari jenis proses yang dilakukan oleh suatu organisasi.






ISO 9000 Revisi tahun 2000

ISO 9000:2000 merupakan penyempurnaan dari revisi sebelumnya, yaitu ISO 9000:1994. Fokus Standar Internasional ini adalah untuk meningkatkan proses-proses dari suatu organisasi dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja organisasi tersebut. Kini hanya ada satu standar manajemen mutu untuk diimplementasikan (sertifikasi) yaitu ISO 9001:2000. Dengan demikian maka ISO 9002:1994 dan ISO 9003:1994 kelak akan dinyatakan tidak berlaku lagi. ISO 9001:2000 dikembangkan berdasarkan pada suatu model proses dengan menggunakan “delapan prinsip manajemen mutu” yang memfasilitasi/menunjang suatu evolusi menuju bisnis yang baik dan dengan menekankan pada kepuasan pelanggan.


Standar-standar seri ISO 9000:2000 terdiri dari:

·         ISO 9000 yang memuat tentang Dasar-Dasar dan Istilah untuk Sistem Manajemen Mutu.
·         ISO 9001 yang memuat tentang Persyaratan-Persyaratan Sistem Manajemen Mutu.
·         ISO 9004 yang memuat tentang Panduan untuk Perbaikan Kinerja.
·         ISO 19011 yang memuat tentang Panduan dalam Audit Sistem Manajemen
Mutu dan Lingkungan.


ISO 9000 mencakup:
1.      Kebijakan mutu
Seluruh maksud dan tujuan organisasiyang berkaitan dengan mutu, yang secara formal dinyatakan oleh pimpinan tertinggi.
2.      Manajemen mutu
Semua aktifitas dari keseluruhan fungsi manajemen yang menetapkan kebijakan mutu, tujuan dan tanggung jawab perusahaan, serta melaksanakannya dengan cara seperti perencanaan mutu, pengendalian mutu, pemastian mutu dan peningkatan mutu di dalam sistem mutu.
3.      Sistem mutu
Stuktur organisasi, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya untuk menerepkan manajemen mutu.
4.      Jaminan mutu
Seluruh perencanaan dan kegiatan sistematis yang memadai bahwa barang atau jasa memenuhi persyaratan mutu.

Tujuan audit mutu antara lain :
Dampak globalisasi
·         Produk bermutu
·         Persyaratan yang dituntut pasar
·         Batas antar Negara tidak ada
·         Dituntut kesamaan standart terhadap mutu


Ada 2 kategori dalam penerapan ISO 9000, yaitu:
a.       Kontraktual
Kondisi dimana perusahaan bermaksud menerapkan standar sistem manajemen mutu dengan tujuan untuk memenuhi permintaan pelanggan perusahaan membutuhkan bukti dan pengakuan pihak ketiga (sertifikasi dari badan sertifikasi).
Acuan standarnya yaitu ISO 9001(20 klausal), ISO 9002(19 klausal), ISO 9003(16 klausal).
b.      Non kontraktual
Kondisi dimana perusahaan bermaksud menerapkan standar sistem manajemen mutu intern perusahaan. Perusahaan tidak perlu pengakuan dari pihak lain dalam penerapan ISO 9000.
Acuan standarnya yaitu ISO 9004.

Manfaat Penerapan ISO 9000 adalah :
• Meningkatkan Kepercayaan Pelanggan
• Jaminan Kualitas Produk dan Proses
• Meningkatkan Produktivitas perusahaan & “market gain”
• Meningkatkan motivasi, moral & kinerja karyawan
• Sebagai alat analisa kompetitor perusahaan
• Meningkatkan hubungan saling menguntungkan dengan pemasok
• Meningkatkan cost efficiency & keamanan produk
• Meningkatkan komunikasi internal
• Meningkatkan image positif perusahaan
• Sistem terdokumentasi
• Media untuk Pelatihan dan Pendidikan

Persyaratan ISO 9000

·         Persyaratan Umum

Perusahaan harus:
1.      Mengidentifikasi proses yang dibutuhkan
2.      Menetapakan urutan dan interaksi proses
3.      Menetapkan kriteria dan metode untuk memastikan bahwa pelaksanaan dan pengendaliannya berjalan dengan efektif
4.      Memastikan ketersediaan sumber daya dan informasi yang dibutuhkan untuk mendukung operasi dan memantau proses
5.      Mengukur, memantau dan menganalisis proses
6.      Melakukan tindakan untuk mencapai hasil yang ditetapkan dan perbaikan terus menerus

·         Persyaratan Dokumentasi

                       Dokumentasi Sistem Manajemen Mutu Terdiri dari:
1.      Lingkup Sistem Manajemen Mutu, termasuk pengecualian dari persyaratan ISO 9001
2.                                             Pedoman Mutu
3.      Prosedur terdokumentasi yang dipersyaratkan oleh ISO 9001
4.      Dokumen yang dibutuhkan untuk memastikan perencanaan,     operasi dan pengendalian proses dilakukan secara efektif
5.      Rekaman Mutu yang dipersyaratkan oleh ISO 9001

Perusahaan harus menetapkan dan memelihara Pedoman Mutu termasuk :
1.      Lingkup Sistem Manajemen Mutu, termasuk pengecualian dari persyaratan ISO 9001
2.      Prosedur terdokumentasi yang dibuat untuk penerapan Sistem Manajemen Mutu (SMM)
3.      Penjelasan dari interaksi antar proses dalam Sistem Manajemen Mutu

                       Dokumen yang harus dibutuhkan oleh Sistem Manajemen Mutu harus dikendalikan. Rekaman yang dibutuhkan oleh sistem Manajemen Mutu harus ditetapkan dan dipelihara. Rekaman tersebut digunakan sebagai bukti kesesuaian terhadap persyaratan dan efektivitas operasi.


Proses sertifikasi dilaksanakan oleh lembaga sertifikasi yang telah diakreditasi secara nasional atau bahkan secara internasional. Langka-langkah dasarnya adalah:
1.      Organisasi menetapkan komitmen dalam menerapkan sistem manajemen mutu
2.      Penerapan system manajemen mutu ISO pada unit-unit organisasi yang telah ditetapkan
3.      Penetapan/penunjukan lembaga sertifikasi
Pertimbangan utama dalam melakukan penunjukan lembaga sertifikasi antara lain status akreditas, kredibilitas dan pengakuan atas lembaga sertifikasi
4.      Penilaian semua aspek manajemen dan pelaksanaan kegiatan
5.      Pemberian sertifikat ISO 9001:2000
Sertifikat dapat diberikan apabila organisasi sudah dianggap layak dan memenuhi criteria yang ditetapkan dalam standard ISO 9001:2000 serta sudah tidak ditemukan lagi ketidaksesuaian yang masuk dalam kategori MAYOR. Masa berlakunya sertifikat ini adalah selama 3 tahun setelah diterimanya sertifikat
6.      Pengawasan ulang/ surveilen
Surveilen dilaksanakan selama 6 bulan sekali setelah diterimanya sertifikat yang dimaksudkan untuk mengevaluasi efektifitas penerapan ISO 9001:2000 serta apabila terjadi perubahan/perkembangan yang dilakukan dalam penerapan system.









DAFTAR PUSTAKA



Anonim. 2002. Penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000. http://www.deptan.go.id/buletin/infomutu/des_02r.pdf. Diakses tanggal 13 Maret 2010

Anonim. 2010. http://id.wikipedia.org/wiki/ISO_9000. Diakses tanggal 13 Maret 2010

Setiadi, D. 2006. Pengertian ISO 9000 Sistem Standar Manajemen Mutu. www://psl.ums.ac.id/Web_Based/pdf/25-ISO%209000.pdf. Diaksese tanggal 13 Maret 2010

Yoyo, S. 2008. ISO 9001 : 2008 ( Sistem Manajemen Mutu ) http://forum.detik.com/showthread.php?t=72508. Diakses tanggal 13 Maret 2010.

Senin, 09 Mei 2011

USAHA PEMBUATAN ABON LELE



USAHA PEMBUATAN ABON LELE

A. PENDAHULUAN

Abon merupakan salah satu produk olahan yang sudah dikenal oleh masyarakat luas dan umumnya abon diolah dari daging sapi. Selain daging sapi, ikan juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan abon.
Abon ikan adalah produk olahan hasil perikanan yang dibuat dari daging ikan, melalui kombinasi dari proses penggilingan, penggorengan, pengeringan dengan cara menggoreng, serta penambahan bahan pembantu dan bahan penyedap terhadap daging ikan. Seperti halnya produk abon yang terbuat dari daging ternak, abon ikan cocok pula dikonsumsi sebagai pelengkap makan roti ataupun sebagai lauk-pauk.Salah satu jenis ikan yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan abon adalah ikan lele
( Tim Penyusun, 2008).

B. ANALISIS FAKTOR PRODUKSI PEMBUATAN ABON LELE

1. Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan adalah ikan lele . Ikan lele mempunyai daging yang tebal, memiliki serat kasar dan tidak mengandung banyak duri. Ciri-ciri fisik yang harus dimiliki daging ikan lele yang bisa dijadikan bahan baku pembuatan abon ikan adalah dalam kondisi segar, warna dagingnya cerah, dagingnya terasa kenyal, dan tidak berbau busuk. Ikan lele dapat diternak sepanjang tahun, sehingga bahan baku dapat diperoleh dengan mudah. Harga ikan lele relatif lebih murah dibandingkan dengan harga ikan lainnya, yaitu Rp 11.000 per kilogram.

Proses pembelian bahan baku biasanya dilakukan dengan cara melakukan pemesanan terlebih dahulu dari sejumlah TPI, kemudian pemasok akan mengantarkan langsung bahan baku tersebut ke lokasi produksi dengan biaya pengiriman sepenuhnya ditanggung oleh pemasok. Sistem pembayaran bahan baku biasanya dengan sistem 50 % dibayar pada saat pasokan tiba dan 50 % lagi setelah produk abon ikan terjual. Sistem pembayaran bahan baku seperti ini bisa dilakukan karena sudah lamanya kerjasama yang dilakukan pihak produsen dengan para pemasoknya.

Seperti dalam proses pembuatan produk olahan makanan lainnya, dalam pembuatan abon ikan pun digunakan bahan-bahan pembantu (bumbu-bumbu). Fungsi bahan-bahan pembantu tersebut adalah sebagai penyedap rasa dan zat pengawet alami bagi produk abon ikan yang dihasilkan. Sejumlah bahan pembantu yang biasa digunakan dalam pembuatan abon adalah rempahrempah,
gula, garam dan penyedap rasa. Jenis rempah-rempah yang digunakan adalah bawang putih, ketumbar, lengkuas, sereh dan daun salam. Gula yang digunakan adalah gula pasir. Gula pasir dapat memberikan rasa lembut sehingga dapat mengurangi terjadinya pengerasan. Sementara garam yang digunakan sebagai bumbu adalah garam dapur. Di samping sebagai bumbu, garam dapur pun berfungsi sebagai bahan pengawet karena kemampuannya untuk
menarik air keluar dari jaringan. Bawang putih mempunyai aktivitas anti mikroba. Senyawa allicin dalam bawang putih berperan memberikan aroma khas, serta memiliki kemampuan merusak protein kuman penyakit sehingga kuman tersebut mati. Sementara itu, penyedap rasa berfungsi untuk menambah kenikmatan rasa abon ikan yang dihasilkan ( Tim Penyusun, 2008).

2. Tenaga Kerja (SDM)

Jenis teknologi yang digunakan dalam industri abon ikan umumnya sederhana dan sangat mudah penguasaannya. Oleh karena itu, industri ini tidak menuntut prasyarat tenaga kerja berpendidikan formal, tetapi lebih mengutamakan keterampilan khusus dalam pengolahan abon ikan. Kebutuhan tenaga kerja dengan spesifikasi tersebut bisa dipenuhi oleh pria atau wanita yang telah mengikuti pelatihan atau magang di unit usaha sejenis.

Tenaga kerja yang terlibat dalam proses produksi harus terjamin kebersihannya. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan mencuci tangan sebelum bekerja, menggunakan antiseptik kulit, dan menggunakan penutup kepala. Hal itu dilakukan agar produk terhindar dari kontaminasi pekerja.

3. Peralatan Produksi

Abon ikan lele dapat diproduksi dengan alat yang sederhana maupun dengan peralatan semi mekanik. Alat-alat sederhana yang bisa digunakan untuk pembuatan abon ikan adalah :
1. Panci Besar
Alat ini digunakan sebagai wadah dalam proses perebusan daging ikan.
2. Wajan dan sodet
Alat ini digunakan pada proses penggorengan abon ikan dan bawang merah.
3. Tungku
Alat ini digunakan sebagai tempat pembakaran kayu bakar selama proses perebusan daging ikan serta penggorengan abon ikan dan bawang merah.
4. Pisau
Alat ini digunakan untuk menyiangi dan memotong ikan, serta mengupas dan mengiris bawang.
5. Tampah
Alat ini digunakan sebagai tempat mencampur bumbu dengan daging ikan yang telah dicabik-cabik.
6. Garpu besar
Alat ini digunakan untuk mencabik dan menghaluskan abon yang telah digoreng dan direbus.
7. Baskom plastik besar
Alat ini digunakan sebagai wadah selama pencucian ikan.
8. Baskom plastik kecil
Alat ini digunakan sebagai tempat bumbu-bumbu yang akan dicampurkan.

9. Ember plastik
Alat ini digunakan sebagai wadah untuk membawa air untuk merebus daging ikan.
10. Saringan kelapa
Alat ini digunakan untuk menyaring santan kelapa.
11. Blong (kantong plastik besar).
Alat ini digunakan sebagai wadah tempat menyimpan sementara abon ikan sebelum dikemas dan dipasarkan.
12. Plastik kemasan (ukuran 100 g dan 250 g)
Digunakan untuk mengemas produk abon ikan siap jual.
13. Timbangan duduk
Alat ini digunakan untuk menimbang bahan-bahan pembantu dan abon ikan yang akan dikemas.
14. Ayakan (Tray)
Alat ini digunakan untuk meniriskan daging ikan yang telah direbus.
15. Lemari penyimpanan (Etalase).
Alat ini digunakan sebagai tempat menyimpan abon ikan yang telah dikemas
( Tim Penyusun, 2008).

4. Mesin Produksi

Sementara itu, sejumlah peralatan semi-mekanik yang biasa digunakan dalam proses pembuatan abon ikan, antara lain adalah :
1. Mesin pengepres
Mesin ini digunakan untuk membuang air dalam daging ikan yang telah direbus (pengepresan I), serta membuang minyak goreng dari bakal abon ikan yang telah digoreng (pengepresan II).
2. Mesin parutan
Mesin ini digunakan untuk memarut kelapa dan lengkuas.
3. Sealer (alat pengemas).
Alat ini digunakan dalam proses pengemasan produk abon ikan
( Tim Penyusun, 2008).
5. Modal

Pada usaha pembuatan abon ikan lele, modal digunakan untuk membeli bahan baku, alat-alat produksi, mesin-mesin produksi, pembiayaan proses produksi, serta pembayaran tenaga kerja. Besar kecilnya modal yang dibutuhkan tergantung pada banyak sedikitnya produksi yang dilakukan.

6. Lokasi Usaha

Tahap penting dalam memulai suatu usaha adalah pemilihan lokasi tempat usaha akan didirikan. Pertimbangan penetapan lokasi usaha didasarkan pada faktor  kedekatan letak dari sumber bahan baku, akses pasar terhadap produk yang dihasilkan, ketersediaan tenaga kerja, air bersih, sarana transportasi dan telekomunikasi. Lokasi usaha pengolahan produk ikan sebaiknya terdapat di daerah-daerah yang dekat kawasan-kawasan kerja pelabuhan perikanan, terutama Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Kondisi tersebut akan mempermudah proses penyediaan bahan baku ikan, mengingat sifat ikan yang mudah rusak, serta bias
mengurangi biaya transportasi dalam penyediaan bahan baku ( Tim Penyusun, 2008).


B. PROSES PRODUKSI

Proses produksi abon ikan lele relatif sederhana dan mudah dilakukan. Secara umum, proses produksi abon ikan, mulai dari tahap pengadaan bahan baku ikan sampai tahap pengemasan abon ikan lele, adalah sebagai berikut :
1. Pengadaan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan adalah ikan lele yang masih utuh dan segar, untuk selanjutnya dilakukan proses penyiangan.
2. Penyiangan Bahan baku
Pada proses penyiangan yaitu pemotongan ikan dan pencucian daging ikan, maka bagian kepala dan isi perut ikan dibuang. Daging ikan hasil tahap penyiangan sebaiknya direndan dalam air yang dicampur dengan air cuka. Kadar air cuka yang dipakai adalah ±2%. Ini dilakukan untuk membuat bau amis hilang.
3. Perebusan

Potongan ikan yang telah direndam dalam air cuka kemudian disusun ke dalam panci besar  dan direbus selama 30 – 60 menit. Proses perebusan akan dihentikan setelah daging ikan menjadi lunak. Selama proses perebusan tersebut juga ditambahkan daun salam dan garam rebus.
4. Pengepresan I
Ikan yang telah direbus kemudian dipres dengan mesin pengepres. Sebelum dipres, daging ikan tersebut sebaiknya ditiriskan terlebih dahulu sekitar 5 – 10 menit. Tahap pengepresan bertujuan untuk mengurangi kadar air pada daging ikan yang telah direbus. Makin sedikit kadar air yang dikandung dalam daging, maka akan makin baik pula serat-serat daging yang dihasilkan.
5. Pencabikan I
Setelah daging ikan dipres, kemudian dilakukan proses pencabikan sampai menjadi serat.-serat. Proses ini bisa dilakukan dengan tangan atau dengan mesin pencabik (giling).
6. Pemberian Bumbu dan Santan
Pada tahap ini, serat-serat daging hasil pencabikan ditambahkan bahan-bahan pembantu (bumbu-bumbu). Bumbu-bumbu yang ditambahkan terdiri dari : bawang putih, ketumbar, lengkuas yang telah diparut dengan mesin parutan, gula pasir, garam dapur dan santan kelapa.
7. Penggorengan
Setelah bumbu-bumbu tercampur secara merata dalam serat-serat daging ikan, kemudian dilakukan penggorengan ±60 menit. Selama proses penggorengan, secara terus menerus dilakukan pengadukan agar abon ikan yang dihasilkan matang secara merata dan bumbubumbu dapat meresap dengan baik. Tahap penggorengan ini akan dihentikan setelah seratserat daging yang digoreng sudah berwarna kuning kecoklatan.


8. Pengepresan II
Tahap produksi berikutnya adalah pengepresan kembali serat-serat daging ikan yang telah digoreng. Proses pengepresan tahap kedua ini bertujuan untuk mengurangi kadar minyak pasca proses penggorengan.
9. Pencabikan II
Setelah dipres, kemudian dilakukan pencabikan tahap kedua agar tidak terjadi penggumpalan. Proses pencabikan tahap kedua ini akan dihentikan setelah terbentuk produk akhir berupa abon ikan dengan tekstur yang seragam.
10. Pengemasan
Pada tahap akhir produksi dilakukan pengemasan abon ikan. Jika pengemasan tidak langsung dilakukan, maka produk abon ikan akan disimpan terlebih dahulu dalam kantung plastik besar (blong) di gudang penyimpanan, sebelum dilakukan pengemasan.


Komposisi gizi ikan lele tiap 100 gr dapat dilihat pada tabel berikut
Komposisi
Jumlah (%)
Kadar Protein
40,28
Kadar Lemak
11,18
Kadar  Abu
5,52
Kadar air
3,64
Karbohidrat
13,41
Sumber: Afrianto, dkk (2008)


C. ANALISIS SWOT USAHA ABON IKAN LELE

Analisis SWOT dilakukan untuk mengevalusi kekuatan dan kelemahan usaha pembuatan abon ikan. Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunies) dan secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats).

1. Kekuatan (strength)
Kekuatan dalam pengembangan usaha abon ikan lele antara lain bahan baku mudah diperoleh, yaitu dari TPI maupun dari peternak ikan lele. Jarak TPI yang dekat dengan rumah produksi meminimalisir biaya transportasi. Ketersediaan ikan lele dan sumber daya manusia merupakan salah satu faktor kekuatan pengembangan usaha pembuatan abon ikan lele. Introduksi teknologi yang relatif sederhana, mudah dipelajari dan diaplikasikan menjadikan usaha ini cocok dikelola dalam rangka pemberdayaan masyarakat sekitar.

2. Kelemahan (weakness)
Pengembangan usaha abon ikan ini terbentur pada keterbatasan modal, proses pengolahannya masih sederhana dan menggunakan alat semi manual. Tidak tersedianya alat pengemas otomatis menyebabkan biaya produksi dari segi packaging relatif cukup tinggi. Pemasaran termasuk kegiatan promosi dan managemen yang masih sederhana turut menjadi faktor kelemahan pengembangan usaha abon ikan ini.

3. Peluang (opportunies)
Peluang pengembangan usaha abon ikan lele ini antara lain tren konsumsi ikan yang cenderung meningkat

4. Ancaman (threats)
Ancaman dalam mengembangkan usaha abon ikan ini ialah harga bahan baku yang tidak stabil (fluktuatif) tergantung musim, daya beli masyarakat kurang baik, dan persaingan produk sejenis dengan kompetitor besar (Setyoningrum, dkk, 2008).

D. DAMPAK SOSIAL EKONOMI

Dengan adanya kegiatan pengolahan ikan lele menjadi abon ikan diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap keadaan ekonomi dan sosial masyarakat. Berdirinya industri pembuatan abon ikan secara langsung dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan membuka kesempatan berusaha bagi masyarakat. Industri pengolahan abon ikan lele ini diharapkan dapat menjadi pemicu berdirinya industri olahan ikan lainnya. Dengan demikian dapat menumbuhkan kegiatan ekonomi masyarakat dan akan berdampak positif pada peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat dan pembukaan lapangan pekerjaan.


E. PERBANDINGAN DENGAN USAHA YANG TELAH ADA

Pada umumnya, usaha ini sama dengan usaha pembuatan abon lele lainnya, dari segi bahan baku, peralatan, mesin yang digunakan, tenaga kerja, dan modal. Hal yang membedaka adalah kapasitas modal dan tenaga kerja pada usaha ini relatif lebih kecil karena produksi masih dilakukan dalam skala kecil. Kelebihan dari usaha ini adalah pekerja yang terlibat dalam proses produksi harus diperhatikan secara serius sanitasinya. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan mencuci tangan sebelum bekerja, menggunakan antiseptik kulit, dan menggunakan penutup kepala. Hal itu dilakukan agar produk terhindar dari kontaminasi pekerja.


DAFTAR PUSTAKA



Afrianto, E. dan Liviawaty, E. 2008. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. http://bisnisukm.com/pengawetan-dan-pengolahan-ikan.html. Diakses Pada Tanggal 01 November 2009.

Setiyoningrum, F., A. Chandra, dan A. Herminiati. 2008. Analaisis Biaya Pembuatan Abon Ikan Mayung (Arius thalassinus) di Desa Blanakan KabupatenSubang.http://lemlit.unila.ac.id/file/arsip%202009/SATEK%202008/VERSI%20PDF/bidang%207/VII-26-BELUM%20BAYAR.pdf. Diakses Pada Tanggal 01 November 2009.

Tim penyusun. 2008. Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) Usaha Abon Ikan. http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/7E1B0EAA-A718-46AD-BB63-FDEAE5F80D53/16036/UsahaAbonIkan.pdf. Diakses Pada Tanggal 01 November 2009.