1. Siklamat
Siklamat(C6H13NO3S) merupakan serbuk halus berwarna putih, tidak hidroskopik, tidak berbau, rasa awal agak asin, kemudian terasa manis. Siklamt larut dalam air, alkohol dan aseton, agak sukar larut dalam CHCl3, dan rasa manis 30 kali lebih manis dari gula (Anonim6, 2010) yang dapat dilihat di tabel 2.
Tabel 2. Tingkat Kemanisan Relatif dari Berbagai Bahan Pemanis
Nama bahan pemanis | Kemanisan relative |
Sukrosa (gula tebu) Laktosa (gula susu) Glukosa (gula darah) Fruktosa (gula tebu) Siklamat Sakarin Aspartame Asesulfam K | 100 16 74 173 3.500 50.000 20.000 20.000 |
Sumber: Anonim1, 2010(http://www.crayonpedia.org)
Dari segi strukturnya, siklamat merupakan garam kalsium atau natrium dari asam sikloheksansulfamat. Siklamat dapat disintesis dengan reaksi sulfonasi terhadap sikloheksilamin, baik oleh asam sulfamat maupun sulfurtrioksida. Siklamat tidak rusak jika mengalami pemanasan (Haniz, 2009).
Siklamat termasuk bahan tambahan makanan dalam kelompok pemanis buatan yaitu bahan tambahan makanan yang dapat menghasilkan rasa manis pada makanan dan tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Menurut Joint FAO/WHO Expert Commitee on Food Additives (JECFA), siklamat merupakan bahan tambahan pangan yang aman dikonsumsi manusia dengan Acceptable Daily Intake (ADI) sebanyak 11,0 mg/kg berat badan (Suwahono1, 2009). CAC mengatur maksimum penggunaan siklamat pada berbagai produk pangan berkisar antara 100 mg/kg sampai dengan 2.000 mg/kg produk (SNI 01-6993-2004). Menurut Saputro (2007) dikutip dari Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/MenKes/Per/IX/1988, nilai ambang batas penggunaan siklamat yang aman pada orang normal adalah 200 mg/Kg berat badan/hari.
Siklamat merupakan pemanis sintetis non-kalori yang paling besar jumlahnya dikonsumsi di Indonesia. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, penggunaannya hanya diperbolehkan untuk pasien diabetes ataupun orang yang membutuhkan makanan berkalori rendah. Tetapi pada kenyataannya penggunaan siklamat semakin meluas pada berbagai kalangan dan beragam produk
(Farida, 1989).
Di Indonesia penggunaan siklamat untuk dikonsumsi telah diatur oleh Badan POM dalam Peraturan Teknis Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan (BPOM, 2004). Aturan ini membahas batas penggunaan maksimum siklamat untuk tiap katagori pangan dengan mendasarkan perhitungannya pada Acceptable Daily Intake (ADI). Sebagai lembaga yang berwenang dalam hal pengawasan obat dan makanan yang beredar dipasaran Indonesia, Badan POM menegaskan pada setiap industri yang akan menggunakan siklamat sebagai pemanis pada produknya harus mencantumkan laporan hasil uji siklamat yang dilakukan oleh lembaga (Laboratorium pengujian) terakreditasi.
Penggunaan pemanis siklamat semakin diminati di berbagai lapisan masyarakat, termasuk kalangan industri. Tingkat kemanisan serta harga yang ekonomis menjadi penyebab berbagai kalangan industri lebih tertarik menggunakan pemanis siklamat tersebut dibandingkan pemanis alami yang cenderung lebih mahal.
2. Sakarin
Sakarin adalah zat pemanis buatan yang dibuat dari garam natrium dari asam sakarin berbentuk bubuk putih, tidak berbau dan sangat manis. Pemanis buatan ini mempunyai tingkat kemanisan 550 kali gula biasa (Suwahono2, 2009).
Penggunaan sakarin yang berlebihan dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia antara lain migrain dan sakit kepala, kehilangan daya ingat, bingung, insomnia, iritasi, asma, hipertensi, diare, sakit perut, alergi, impotensi dan gangguan seksual, kebotakan, kanker otak, kanker kantung kemih (Anonim1,2010). Pengujian terhadap pemanis sakarin ini digunakan untuk mengetahui apakah es balon yang sering dikonsumsi anak sekolah mengandung sakarin dalam kadar yang tidak berlebih atau bahkan bebas dari sakarin, sehingga aman untuk dikonsumsi.
Pemakaian sakarin berdasarkan SNI 01-6993-2004 tentang Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan - Persyaratan Penggunaan, menyatakan bahwa pada makanan atau minuman olahan khusus yaitu berkalori rendah dan untuk penderita penyakit diabetes melitus kadar maksimum sakarin yang diperbolehkan adalah 300 mg/kg. JECFA menyatakan sakarin merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi orang normal dengan ADI sebanyak 5,0 mg/kg berat badan. Sejak bulan Desember 2000, FDA telah menghilangkan kewajiban pelabelan pada produk pangan yang mengandung sakarin, dan 100 negara telah mengijinkan penggunaannya. CAC mengatur maksimum penggunaan sakarin pada berbagai produk pangan berkisar antara 80 mg/kg sampai dengan 5.000 mg/kg produk.
Tabel 3. Batasan Penggunaan Bahan Pemanis pada Makanan dan Minuman
Nama bahan pemanis | Batasan Permenkes per kg bobot badan | Batasan ADI per kg makanan |
Sakarin Siklamat Sorbitol Aspartame Acesulpame K | 50 mg – 300 mg 500 mg – 3000 mg 5 g– 300 g - - | 0 – 5 mg 0 – 50 mg - 0 – 40 mg 0 – 9 mg |
Sumber: Anonim1, 2010 (http://www.crayonpedia.org)
Harga sakarin paling murah dibanding dengan pemanis buatan lainnya. Sakarin dapat menghemat biaya produksi. Harga pemanis buatan jauh lebih murah dibandingkan dengan gula asli. Pemanis buatan hanya sedikit ditambahkan untuk memperoleh rasa manis yang kuat.
3. Rhodamin B
Rhodamin B merupakan zat pewarna sintetik berbentuk Kristal tidak berbau, berwarna merah keunguan, dalam bentuk larutan berwarna merah terang berflourensi. Nama lain rhodamin B adalah tetra ethil rhodamin, rheoninine B, D, dan C Red No.19, C.I. basic violet 10, C.I. No. 45179 (Anonim5, 2010).
Rhodamin B digunakan untuk bahan pewarna kertas, tekstil dan sebagai reagensia untuk pengujian Antimont, Cobalt, Bismuth dan lain-lain. Rhodamin B yang digunakan untuk pewarna makanan melanggar Peraturan Menteri Kesehatan No.239/Menkes/Per/V/85 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya. Penggunaan yang salah dari Rhodamin B sangat berbahaya bagi kesehatan. Dampak negatif dari Rodamin B dalam waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan fungsi hati / kanker hati (Anonim5, 2010). Sehingga pewarna Rhadamin B tidak diperbolehkan untuk digunakan untuk campuran produk pangan.
Selain 3 pengujian tersebut, pada sampel Jajanan Anak Sekolah (JAS) juga dilakukan pengujian lain seperti uji pewarna sintetik dalam makanan, identifikasi formaldehid dalam makanan, dan uji boraks pada sampel mie kering (kode sampel 2/JAS dan 3/JAS).
4. Pewarna Sintetik
Pewarna makanan (Colouring food) adalah tambahan makanan yang dapat mempengaruhi atau memperbaiki dan memberi warna pada makanan sehingga makanan tersebut lebih menarik untuk dilihat. Bahan pewarna pada makanan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Pewarna alami seperti anato, kantaxantin, caramel, karmin, klorofil, karotenoid pada umumnya aman dan tidak menimbulkan efek samping bagi tubuh.
2. Pewarna sintetik yang diperbolehkan antara lain eritrosin, carmoisine, tartrazine, sunset yellow, poncoceau 4R dan lainnya, sedangkan pewarna sintetik yang tidak diperbolahkan adalah methanyl yellow, rhodamin B, orange G, poncoeau SX, poncoeau 3R, dan lainnya (Anonim3, 2008).
Batas Maksimun Penggunaan pewarna sintetik yang dizinkan seperti Poncoceau 4R : 300mg/Kg bahan makanan, tartrazine, brilliant blue dan sunset yellow : 100mg/Kg bahan makanan (Decky, 2010).
Kelebihan pewarna buatan dibanding pewarna alami adalah dapat menghasilkan warna yang lebih kuat dan stabil meski jumlah pewarna yang digunakan hanya sedikit. Warna yang dihasilkan dari pewarna buatan akan tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan, sedangkan pewarna alami mudah mengalami degradasi atau pemudaran pada saat diolah dan disimpan. Beberapa zat pewarna dilarang digunakan karena penggunaanya tidak tepat untuk dikonsumsi oleh manusia, apabila dikonsumsi dapat membahayakan kesehatan manusia (Anonim3, 2008).
5. Formalin
Formalin adalah larutan formaldehida dalam air, dengan kadar antara 10%-40% Penggunaan formalin salah apabila digunakan untuk pengawet pada makanan. Beberapa contoh produk yang sering diketahui mengandung formalin misalnya:
1. Ikan segar : Ikan basah yang berwarna putih bersih, kenyal, insangnya berwarna merah tua (bukan merah segar), awet sampai beberapa hari dan tidak mudah busuk.
2. Ayam potong : Ayam yang sudah dipotong berwarna putih bersih, awet dan tidak mudah busuk.
3. Mie basah : Mie basah yang awet sampai beberapa hari dan tidak mudah basi dibandingkan dengan yang tidak mengandung formalin.
4. Tahu : Tahu yang bentuknya sangat bagus, kenyal, tidak mudah hancur awet beberapa hari dan tidak mudah basi (Anonim4, 2010).
Formalin merupakan cairan tidak berwarna yang digunakan sebagai desinfektan, pembasmi serangga, dan pengawet yang digunakan dalam industri tekstil dan kayu. Formalin memiliki bau yang sangat menyengat, dan mudah larut dalam air maupun alkohol. Dalam tubuh manusia, formaldehida dikonversi menjadi asam format yang meningkatkan keasaman darah, tarikan nafas menjadi pendek dan sering, hipotermia, juga koma, atau sampai kepada kematiannya (Kurnain, 2009).
6. Boraks
Boraks merupakan garam natrium yang banyak digunakan di berbagai industri nonpangan, khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Boraks biasa berupa serbuk kristal putih, tidak berbau, pH 9,5, mudah larut dalam air, tetapi boraks tidak dapat larut dalam alkohol. Boraks biasa digunakan sebagai pengawet dan antiseptic kayu. Daya pengawet yang kuat dari boraks berasal dari kandungan asam borat didalamnya. Boraks biasanya bersifat racun bagi sel-sel tubuh, berbahaya bagi susunan saraf, ginjal dan hati (Kurnain, 2009).
Borak direaksikan dengan Asam Sulfat pada temperatur 800C dan tekanan 1 atm menghasilkan produk yang berupa Asam Borat. Reaksi yang terjadi :
Na2B4O7 .10 H2O + H2SO4 4 H3BO3 + Na2SO4 +5H2O
(Anonim1, 2010).
Penyuluhan tentang bahaya penggunaan boraks kepada masyarakat terutama pedagang makanan sangat diperlukan supaya para pedagang mengetahui dampak atau bahaya dari boraks dan mereka mempunyai kesadaran untuk tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya bagi produk makanan yang diproduksi karena boraks termasuk jenis BTM yang tidak diizinkzn. Sehingga produk makanan yang dijual adalah makanan yang aman dan sehat untuk dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar